Minggu, 23 Desember 2012

METODE ISTINBATH DARI SEGI BAHASA

METODE ISTINBATH DARI SEGI BAHASA
Di Posting Oleh : Admin
Kategori : Makalah Blog Tutorial, Teknologi dan Kesehatan: Mangaip Blog | Berita Terkini dan Terbaru: Terbaru.co.id

BAB I
PENDAHULUAN

Kata istinbath bila dihubungkan dengan hukum, seperti dijelaskan oleh Muhammad bin ‘Ali al-Fayyumi ahli bahasa Arab dan Fiqh, berarti upaya menarik hukum dari al-Qur’an dan Sunnah dengan jalan ijtihad.

Ayat-ayat al-Qur’an dalam menunjukkan pengertiannya menggunakan berbagai cara, ada yang tegas dan ada yang tidak tegas, ada yang melalui arti bahasanya dan ada pula yang melalui maksud hukumnya. Di samping itu, di satu kali terdapat pula perbenturan antara satu dalil dengan lain yang memerlukan penyelesaian. Ushul fiqh menyajikan berbagai cara dari berbagai aspeknya untuk menimba pesan-pesan yang terkandung dalam al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah.
Secara garis besar, metode istinbath dapat dibagi kepada tiga bagian, yaitu kebahasaan, segi maqasid (tujuan) syari’ah, dan segi penyelesaian beberapa dalil yang bertentangan.

Objek utama yang akan dibahas dalam ushul fiqh adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Untuk memahami teks-teks dua sumber yang berbahasa Arab tersebut, para ulama telah menyusun semacam “semantik” yang akan digunakan dalam praktik penalaran fiqih. Bahasa Arab menyampaikan suatu pesan dengan berbagai cara dan dalam berbagai tingkat kejelasannya. Para ahli telah membuat beberapa kategori lafal atau redaksi, diantaranya yang sangat penting dan akan dikemukakan di sini adalah masalah amar, nahi dan takhyir.



BAB II
PEMBAHASAN
METODE ISTINBATH DARI SEGI BAHASA

Kata istinbath jika dihubungkan dengan hukum, seperti dijelaskan oleh Muhammad bin ‘Ali al-Fayyumi ahli bahasa arab dan fiqih, berarti  menarik hukum dari Al-Qur’an dan Sunnah dengan jalan Ijtihad .
Objek utama yang akan dibahas dalam ushul fiqh adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Untuk memahami teks-teks dua sumber yang berbahasa Arab tersebut, para ulama telah menyusun semacam “semantic (tentang makna atau arti)” yang akan digunakan dalam praktik penalaran fiqih. Bahasa Arab menyampaikan suatu pesan dengan berbagai cara dan dalam berbagai tingkat kejelasannya. Para ahli telah membuat beberapa kategori lafal atau redaksi, diantaranya yang sangat penting dan akan dikemukakan di sini adalah masalah amar, nahi dan takhyir.

Ayat-ayat hukum dalam Al-Qur’an dalam menyampaikan ajaran Allah dan begitu juga sunnah Rasulullah ada yang berbentuk amar (perintah), nahi (larangan), dan takhyir (memberikan pilihan). Dari tiga kategori ayat-ayat hukum itulah berbentuk hukum-hukum, seperti wajib, mandub, haram, makruh, dan mubah.

1. Amar (Perintah)

a.  Pengertian
Menurut mayoritas ulama Usul Fiqh, amar adalah  :

اللفظ الدا ل على طلب الفعل على جهة الا ستعلاء
Suatu tuntutan (perintah) untuk melakukan sesuatu dari pihak yang lebih tinggi kedudukannya kepada pihak yang lebih rendah tingkatannya.
Ada juga yang mengatakan bahwa amar adalah perintah atau tuntutan perbuatan dari orang yang lebih tinggi tingkatannya kepada orang yang lebih rendah tingkatannya, seperti dari atasan kepada bawahan (thalab al-fi’limin ‘ala ila al-adna).

Perintah untuk melakukan suatu perbuatan, seperti dikemukakan oleh Khudari Bik dalam bukunya Tarikh al-Tasyri’, disampaikan dalam berbagai gaya atau redaksi antara lain :

1. Perintah tegas dengan menggunakan kata amara dan yang seakar dengannya. Misalnya dalam surat an-Nahl : 90

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”

2.  Perintah dalam bentuk pemberitaan bahwa perbuatan itu diwajibkan atas seseorang dengan memakai kata kutiba. Misalnya dalam surat al-Baqarah : 178

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالأنْثَى بِالأنْثَى فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ذَلِكَ تَخْفِيفٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ فَمَنِ اعْتَدَى بَعْدَ ذَلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita. Maka barang siapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barang siapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih”

3.  Perintah dengan memakai redaksi pemberitaan (jumlah khabariyah), namun yang dimaksud adalah perintah. Misalnya surat al-Baqarah : 228

وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلاثَةَ قُرُوءٍ وَلا يَحِلُّ لَهُنَّ أَنْ يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللَّهُ فِي أَرْحَامِهِنَّ إِنْ كُنَّ يُؤْمِنَّ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَلِكَ إِنْ أَرَادُوا إِصْلاحًا وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

“Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) itu menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”

4. Perintah dengan memakai kata kerja perintah secara langsung. Misalnya surat al-Baqarah : 238
حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلاةِ الْوُسْطَى وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ
“Peliharalah segala salat (mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah karena Allah (dalam salatmu) dengan khusyuk”

5.    Perintah dengan menggunakan kata kerja mudhari’ yang disertai oleh lam al-amr. Misalnya surat al-Hajj : 29
ثُمَّ لْيَقْضُوا تَفَثَهُمْ وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ
“Kemudian hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka dan hendaklah mereka melakukan tawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah)”

6.   Perintah dengan menggunakan kata faradha. Misalnya surat al-Ahzab : 50

قَدْ عَلِمْنَا مَا فَرَضْنَا عَلَيْهِمْ فِي أَزْوَاجِهِمْ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ لِكَيْلا يَكُونَ عَلَيْكَ حَرَجٌ...
“.....Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang istri-istri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki supaya tidak menjadi kesempitan bagimu...”
7.  Perintah dalam bentuk penilaian bahwa perbuatan itu adalah baik. Misalnya surat al-Baqarah : 220

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْيَتَامَى قُلْ إِصْلاحٌ لَهُمْ خَيْرٌ وَإِنْ تُخَالِطُوهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ الْمُفْسِدَ مِنَ الْمُصْلِحِ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لأعْنَتَكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah: "Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu menggauli mereka, maka mereka adalah saudaramu dan Allah mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan. Dan jika Allah menghendaki, niscaya Dia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”
8. Perintah dalam bentuk menjanjikan kebaikan yang banyak atas pelakunya. Misalnya surat al-Baqarah : 245
مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً وَاللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan”

b.  Hukum-hukum yang Mungkin ditunjukkan oleh Bentuk Amar
Suatu bentuk perintah, seperti dikemukakan oleh Muhammad Adib Saleh, Guru besar Ushul Fiqh Universitas Damaskus, bisa digunakan untuk berbagai pengertian yaitu :

1.  Menunjukkan hukum wajib seperti perintah untuk shalat

2. Untuk menjelaskan bahwa sesuatu itu boleh dilakukan, seperti surat al-Mukminun : 51

يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
“Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”
3.  Sebagai anjuran, seperti dalam surat al-Baqarah : 282
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya...”

4.  Untuk melemahkan, seperti dalam surat al-Baqarah : 23

وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Qur'an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar”

5.  Sebagai ejekan dan penghinaan, misalnya firman Allah berkenaan dengan orang yang ditimpa siksa di akhirat nanti sebagai ejekan atas diri mereka dalam surat al-Dukhan : 49
ذُقْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْكَرِيمُ
“Rasakanlah, sesungguhnya kamu orang yang perkasa lagi mulia”

c.   Kaidah-kaidah yang Berhubungan dengan Amar

Menurut Muhammad Adib Saleh, ada beberapa kaidah yang berhubungan dengan Amar, yaitu :
Kaidah pertama, الاصل فى الا مرللوجوب, meskipun suatu perintah bisa menunjukkan berbagai pengertian, namun pada dasarnya suatu perintah menunjukkan hukum wajib dilaksanakan kecuali ada indikasi atau dalil yang memalingkannya dari hukum tersebut. Contoh dari surat an-Nisa’ : 77
وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ....
“...dirikanlah sembahyang dan tunaikanlah zakat!...”
Kaidah kedua, دلا لةالامرعلى التكراراوالوحدة ,adalah suatu perintah haruskah dilakukan berulang kali atau cukup dilakukan sekali saja?, menurut jumhur ulama fiqh, pada dasarnya suatu perintah tidak menunjukkan harus berulang kali dilakukan kecuali ada dalil itu. Contohnya dalam surat al-Baqarah : 196

وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ
"Dan sempurnakanlah ibadah haji dan `umrah karena Allah...”
Kaidah ketiga, دلا لةالامرعلى الفوراوالتراخى, adalah suatu perintah haruskah dilakukan segera mungkin atau bisa ditunda-tunda? Pada dasarnya suatu perintah tidak menghendaki untuk segera dilakukan selama tidak ada dalil lain yang menunjukkan untuk itu, karena yang dimaksud oleh suatu perintah hanyalah terwujudnya perbuatan yang diperintahkan. Misalnya dalam surat al-Baqarah : 148
فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ
“...Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan...”

2.  Nahiy (Larangan)

a.   Pengertian
Menurut bahasa, nahiy artinya larangan atau meninggalkan sesuatu. Adapun menurut istilah, nahiy ialah tuntutan meninggalkan perbuatan dari yang lebih tinggi derajatnya pada yang lebih rendah  .
Sedangkan Mayoritas ulama ushul fiqh mendefinisikan nahiy :
طلب الكف عن الفعل على جهة الا ستعلا ء بالصيغةالدال عليه
Larangan melakukan suatu perbuatan dari pihak yang lebih tinggi kedudukannya kepada pihak yang lebih rendah tingkatannya dengan kalimat yang menunjukkan atas hal itu.
Dalam melarang suatu perbuatan, seperti disebutkan oleh Muhammad Khudari Bik, Allah juga memakai berbagai ragam gaya bahasa, diantaranya :
1. Larangan secara tegas dengan memakai kata naha atau yang seakar dengannya yang secara bahasa berarti melarang. Seperti dalam surat an-Nahl : 90

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”

2.  Larangan dengan menjelaskan bahwa suatu perbuatan diharamkan. Seperti dalam surat al-A’raf : 33
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالإثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لا تَعْلَمُونَ

“Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak atau pun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui"”
3.   Larangan dengan menegaskan bahwa perbuatan itu tidak halal dilakukan. Seperti dalam surat an-Nisa : 19

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا وَلا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا آتَيْتُمُوهُنَّ إِلا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”

4.  Larangan dengan menggunakan kata kerja mudhari’ yang disertai  huruf lam yang menunjukkan larangan. Seperti dalam surat al-An’am : 152

وَلا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتَّى يَبْلُغَ أَشُدَّهُ
“Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa...”

5.   Larangan dengan memakai kata perintah namun bermakna tuntutan untuk meninggalkan. Seperti dalam surat al-An’am : 120

وَذَرُوا ظَاهِرَ الإثْمِ وَبَاطِنَهُ إِنَّ الَّذِينَ يَكْسِبُونَ الإثْمَ سَيُجْزَوْنَ بِمَا كَانُوا يَقْتَرِفُونَ
“Dan tinggalkanlah dosa yang nampak dan yang tersembunyi. Sesungguhnya orang-orang yang mengerjakan dosa, kelak akan diberi pembalasan (pada hari kiamat), disebabkan apa yang mereka telah kerjakan”

6.  Larangan dengan cara mengancam pelakunya dengan siksaan pedih. Seperti dalam surat at-Taubah : 34

وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ
“...Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih”

7.  Larangan dengan mensifati perbuatan itu dengan keburukan. Seperti dalam surat al-Imran : 180
وَلا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَهُمْ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلِلَّهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”

8.  Larangan dengan cara meniadakan wujud perbuatan itu sendiri. Seperti dalam surat al-Baqarah : 193.
فَإِنِ انْتَهَوْا فَلا عُدْوَانَ إِلا عَلَى الظَّالِمِينَ
“...Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang lalim”

b.  Beberapa Kemungkinan Hukum yang Ditunjukkan Bentuk Nahiy
Adib Saleh mengemukakan ada beberapa kemungkinan hokum yang ditunjukkan bentuk nahiy yaitu :
1.  Untuk menunjukkan hukum haram, seperti dalam surat al-Baqarah : 221

وَلا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ وَلأمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ وَلا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ أُولَئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ وَيُبَيِّنُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”

2.   Sebagai anjuran untuk meninggalkan, seperti dalam surat al-Maidah : 101
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ وَإِنْ تَسْأَلُوا عَنْهَا حِينَ يُنَزَّلُ الْقُرْآنُ تُبْدَ لَكُمْ عَفَا اللَّهُ عَنْهَا وَاللَّهُ غَفُورٌ حَلِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu Al Qur'an itu sedang diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu. Allah memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun”

3.   Penghinaan, seperti dalam surat al-Tahrim : 7

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ كَفَرُوا لا تَعْتَذِرُوا الْيَوْمَ إِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang kafir, janganlah kamu mengemukakan uzur pada hari ini. Sesungguhnya kamu hanya diberi balasan menurut apa yang kamu kerjakan”

4.   Untuk menyatakan permohonan, seperti dalam surat al-Baqarah : 286
رَبَّنَا وَلا تُحَمِّلْنَا مَا لا طَاقَةَ لَنَا بِهِ
“...Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya...”

c.  Kaidah-kaidah yang Berhubungan dengan Nahiy

Muhammad Adib Shalih mengemukakan kaidah-kaidah yang berhubungan dengan nahiy, yaitu :
Kaidah pertama, فى النهي للتحربمالاصل ,pada dasarnya suatu larangan menunjukkan hukum haram melakukan perbuatan yang dilarang itu kecuali ada indikasi yang menunjukkan hukum lain. Contohnya dalam surat al-An’am : 151

وَلا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلا بِالْحَقِّ
“dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar”

Kaidah kedua, صل فى النهى بطلق الفسا د مطلقاالا  ,suatu larangan menunjukkan fasad (rusak) perbuatan yang dilarang itu jika dikerjakan. Contoh larangan itu ialah larangan berzina, larangan menjual bangkai, dan dalam masalah ibadah seperti larangan shalat dalam keadaan berhadas, baik kecil maupun besar. Larangan-larangan dalam hal-hal tersebut menunjukkan batalnya perbuatan-perbuatan itu bilamana tetap dilakukan.

Kaidah ketiga,  عن الشى ء امربضدهالنهى  ,suatu larangan terhadap suatu perbuatan berarti perintah terhadap kebalikannya, seperti dalam surat al-Luqman : 18
وَلا تَمْشِ فِي الأرْضِ مَرَحًا
“...dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh...”
Larangan tersebut mengajarkan agar berjalan di permukaan bumi dengan rendah hati dan sopan.

3.  Takhyir (Memberi Pilihan)

Menurut Abd. Al-Karim Zaidan, bahwa yang dimaksud dengan takhyir adalah :

ماخير الشارع المكلف بين فعله وتركه

Bahwa syari’ (Allah dan RasulNya) memberi pilihan kepada hambanya antara melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan.

Hukum yang ditunjukkan oleh ayat atau hadis dalam bentuk takhyir itu adalah halal atau mubah (boleh dilakukan), dalam arti tidak berpahala jika dilakukan dan tidak berdosa jika ditinggalkan.
Untuk memberikan hak pilih antara melakukan atau tidak melakukan dalam al-Qur’an terdapat berbagai cara, antara lain seperti disebutkan Khudari Bik adalah :

a.   Menyatakan bahwa suatu perbuatan halal dilakukan, misalnya dalam surat al-Baqarah : 187
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan Puasa bercampur dengan istri-istri kamu...”
b.   Pembolehan dengan menafikan dosa dari suatu perbuatan, misalnya dalam surat al-Baqarah : 173
فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلا عَادٍ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“...Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”
c.  Pembolehan dengan menafikan kesalahan dari melakukan suatu perbuatan. Contohnya dalam surat al-Baqarah : 235
وَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُمْ بِهِ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَاءِ أَوْ أَكْنَنْتُمْ فِي أَنْفُسِكُمْ
“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu...”
Ayat tersebut membolehkan meminang wanita yang dalam iddah wafat, tetapi dengan sindiran bukan terus terang.

BAB III
PENUTUP

1.    kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa :
1.    Amar adalah perintah atau tuntutan perbuatan dari orang yang lebih tinggi tingkatannya kepada orang yang lebih rendah tingkatannya, seperti dari atasan kepada bawahan (thalab al-fi’limin ‘ala ila al-adna)
2.    Menurut bahasa, nahiy artinya larangan atau meninggalkan sesuatu. Adapun menurut istilah, nahiy ialah tuntutan meninggalkan perbuatan dari yang lebih tinggi derajatnya pada yang lebih rendah
3.    Takhyir adalah Bahwa syari’ (Allah dan RasulNya) memberi pilihan kepada hambanya antara melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan



DAFTAR PUSTAKA

Ilmu Ushul al-Fiqh. ‘Abd al-Wahhab Khallaf. Dar al-Qalam. Kuwait. Cetakan keempat belas. 1401 H.
Satria Effendi dan M. Zein, 2009, Ushul Fiqh, Jakarta : Kencana
Beni Ahmad Saebani dan Januri, 2009, Fiqih Ushul Fiqh, Bandung : Pustaka Setia
Fikih Madrasah Aliyah XII, Berdasarkan Standar isi 2008, Madura Utara : Armico
http://pustakailmudotcom.wordpress.com/2012/06/26/kaidah-kaidah-kebahasaan-qawaid-lughawiyah/, 09.00/14-11-12.
http://abulmiqdad.multiply.com/journal/item/6./ 09.00/14-11-12.



ALIRAN-ALIRAN PENDIDIKAN

ALIRAN-ALIRAN PENDIDIKAN
Di Posting Oleh : Admin
Kategori : Artikel Blog Tutorial, Teknologi dan Kesehatan: Mangaip Blog | Berita Terkini dan Terbaru: Terbaru.co.id


A.  Pengertian Pendidikan
Pengertian pendidikan dipilah menjadi 3 yakni Maha Luas, Sempit, dan luas terbatas.

1.    Maha Luas.

Pendidikan adalah hidup. pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkuangan dan sepanjang hidup. pendidikan adalah segala situasi yang mempengaruhi pertumbuhan individu .

2.    Sempit

Pendidikan adalah sekolah. pendidikan adalah pengajaran yang diselengarakan di sekolah sebagai pendidikan formal.Pendidkan adalah segala pengaruh yang diupayakan sekolah terhadap anak dan remaja yang diserahkan kepadanya agar mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubungan-hubungan dan tugas-tugas sosial mereka .

3.    Luas Terbatas

Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah yang dilakukan melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan  atau latihan yang berlangsung di sekolah dan diluar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat melakukan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat dimasa yang akan datang. Pendidikan adalah pengalaman-pengalaman belajar yang terprogram dalam bentuk pendidikan formal, non formal, informal disekolah, dan luar sekolah yang berlangsung seumur hidup yang bertujuan optimalisasi pertimbangan kemampuan-kemampuan individu agar dikemudian hari dapat memainkan kehidupan secara tepat.

B.    Faktor Munculnya Aliran Pendidikan

Munculnya aliran pendidikan didorong dengan majunya perkembangan IPTEK serta berbagai perubahan sosial dalam masyarakat.
“ Berbagai pemikiran tentang pendidikan yang muncul dalam masyarakat bersamaan dengan dinamika perkembangannya serta membawa perubahan yang selanjutnya dikenal dengan aliran pendidikan”.
setiap aliran pendidkan dapat diartikan sebagai upaya untuk mempunyai dan memperbaiki martabat.

C.    Aliran-Aliran Pendidikan
Aliran-aliran pendidikan dipilah menjadi tiga cakupan yakni aliran Nativisme-Naturalisme, Empirisme dan  Konvergensi.

1. Aliran Nativisme-Naturalisme

Naturalisme berasal dari kata nativus yang diartikan pembawaan. Aliran ini dikatagorikan aliran yang pesimistis dengan pendidikan. Aliran ini dimotori oleh filusuf Jerman, Arthur Scopenheuer (1788-1860) menyatakan bahwa yang jahat tidak akan menjadi baik karena pendidikan, sedangkan Laborsu Filusuf Itali, menyatakan bahwa seseorang sewaktu dilahirkan membawa sifat pembawaan dan hanya dengan bakatlah seseorang mampu menentukan masa depannya.

Jadi meskipun tanpa pendidikan seseorang dapat menentukan arah dan tujuan hidupnya, karena bakat alamiah yang ia bawa sejak lahir.

Aliran Naturalisme, senada dengan Aliran Nativisme. Aliran ini dipelopori oleh Filusuf Perancis JJ. Rousseou. aliran ini pesimistis terhadap pendidikan yang menyatakan semua anak yang baru lahir mempunyai kemampuan yang baik, sifat baik itu menjadi buruk karena sentuhan manusia, pendidikan hanya memberikan kesempatan kepada anak untuk tumbuh dengan sendirinnya, pertumbuhan diserahkan kepada alam.  Sehingga dapat dikatakan fakta dominan keberhasilan manusisa tergantung pada bakat alam bukan pendidikan.

2.    Aliran Empirisme

Kata Empirisme berasal dari kata emperis yang artinya pengalaman yang diperoleh dari pengamatan. Aliran ini termasuk kategori aliran yang optimis terhadap pendidikan. aliran ini dimotori oleh Leibiz, Filusuf  Belanda. ia menyatakan bahwa pembawaan pada diri seseorang pada dasarnya tidak ada, Sedangkan potensi yang dimiliki oleh seseorang hanya karena dibekali oleh pendidikan. Oleh filusuf Salezman menyatakan bahwa hati anak seperti malam hari yang dapat dikepal dalam bentuk yang dikehendaki. Sedangkan Jhon Locke dengan teori tabularasanya mengumpamakan jiwa anak seperti kertas putih yang dapat ditulis menurut kehendak penulis.
Jadi keberhasilan individu sangat ditentukan oleh lingkungan (pendidikan) yang mengelolanya.

3. Aliran Konvergensi

Aliran ini di motori oleh Wiliam Stern (1871-1938) menyatakan bahwa bakat, pembawaan, pengalaman (lingkungan) pribadi bekerja sama menghasilkan karakter seseorang.

Aliran ini menggabungkan dua aliran Nativisme-Naturalisme dan Empirisme bahwa potensi seseorang dapat mencapai puncak kualitas. karena potensi yang ada (pembawaan) ditunjang dengan lingkungan, bentuk ling kungan itu antara lain berupa pendidikan.

Untuk memberi jawaban atas problematika: sampai dimanakah kekuasaan pendidikan itu ? untuk menjawabnya diperlukan hipotesa antara lain:

1. peserta didik mempunyai sifat keterbatasan-ketidakberdayaan membutuhkan pertolongan, bantuan, asuhan, perlindungan,pemeliharaan dan motifasi secara berkesinambugan.
2. peserta didik mengalami masa perkembangan aspek jasmaniah maupun rohaniah, dan
3. peserta didik secara naluriah ingin mandiri menuju manusia dewasa karena dorongan pesikis dan fisik yang dimilikinya.

Konsep aliran konvergesi bila dianalisis muncul sebuah hipotesa bahwa aliran ini menolak aliran oposisi Biner yang bermadzhad Aristotalian dengan prinsip bahwa ketidak mungkinan terjadinya sesuatu ditengah-tengah (principle of excluded middle), misalnya jika anak berpotensi secara alamiah akan muncul anak yang potensial dimasa mendatang. Yang benar adalah potensi atau tidak potensi butuh proses dan usaha menuju perbaikan dengan cara pendidikan.

Makna Pancasila

Makna Pancasila
Di Posting Oleh : Admin
Kategori : Artikel Blog Tutorial, Teknologi dan Kesehatan: Mangaip Blog | Berita Terkini dan Terbaru: Terbaru.co.id

Makna Pancasila : SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA

A.    Pengertian

Sila ketuhanan yang mahaesa tersusun atas sejumlah kata yang merupaka suatu fase. Unsur fase itu sila ketuhanan yang maha esa adalah kata polimorfemik ketuhanan, yang berbentuk dari kata dasar.
Ini tidak selesi sampai dalam bentuk kata, tapi makna pancasila yang  tersurat itu bukan merupakan makna yang final tapi sebalaiknya yang perli diperthatikan yaitu makna yang tersirat yaitu makna ketuhanan yang maha esa, tapi makana dari sila pertama itu masih universa padahal di indonesia itu terdapat kebudayaan dan bermacam-macam agama, dan juga makna ketuhanan yang maha esa tidak bisa di pisahkan dengan makna agama di indonesia, karena kausamatealis (sebab yang berupa bahan) adalah bangsa indonesia yang sejak zaman dahulu kala telah memiliki nilai-nilai agama, maka makna sila pertama itu perlu dijelaskan atas dasar kausa materialis. maka perlu digaris bawahi semua itu merupakan grendesain sehinga dengan melihat seperti itu maka pejabaran atau moral penyelengara nagara itu harus tertip hukum, obyektif yang di ikuti dan disahkan  oleh negara.

Sebagaimana yang di jelaskan dimuka, isi atau arti sila pancasila adalah merupan suatu yang utuh dan bulat dan tidak dipisahkan sehingga membentuk sususan yang hierarkhis dan berbentuk piramida. Maka pengertian Sila Pertama adalah Berkemanusiaaan yang beradab, berpersatuan indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau perwakilan serta berkeadilansosial bagi seluruh rakyat indonesia.

B.    Kesesuaian Negara Indonesia Dengan Hakikat Tuhan

Pancasila sebagai dasar filsafat negara indonesia, merupakan sumber nilai sebgai penyelangara negara baik yang bersifat kejasmanian (kebendaan) maupun kerohanian (kejiwaan). Hal ini berarti bahwa dalam segala aspek penyelengaraan negara baik material maupun seperitual harus sesuai dengan nilai-nilai yang terdapat dalam sila-sila pancasila secara bulat dan utuh.

Dalam kaitanya dengan sila ketuhanan yang mahaesa mempunyai makana bahwa segala aspek penyelengaraan negara harus sesuai dengan nilai-nilai yang berasal dari tuhan. Bila mana dirinci masalah-masalah yang menyangkut penyelengaraan negara ntaralain bersifat sepritual. Yang bersifat materiel antara lain: berbentuk negara, tujuan negara, tertib hukum, sistem negara; adapun bersifat kerohanian misalnya moral negara, moral para penyelengara negara dan lain sebagainya.

Sedangka pendukung negara dan penyelengara nega itu buka lain manusia, bukti manusia sebagai pendukung negar yaitu adalah syarat berdirinya negara yaitu antaralain; mempunyai wilayah yang ditempati, peraturan, dan penduduk disiani manusia. Oleh karena itu secara obyektif hubungan antara tuhan, manusia,dan negara mempunyai hubungan langsung dan tidak langsung. Dan manusia itu mempunyai kodart yang sudah di atur oleh tuhan yaitu sebagai mahluk tuhan adalah sebagai asal segala sesuatu atau sebagai sebab yang pertama. Oleh karena itu segala yang ada dibumi ini adalah merupakan makluk tuhan dan berasal dari tuhan baik yang mati maupun yang hidup. Hal ini menjadikan lebih jelas mengapa manusia harus bertuhan disitu terdapat hukum kausalita yaitu sebab dan akibat, dan menurut trueblood, hubungan antara tuhan dan manusia timbal balik, yaitu manusia mencari tuhan, akan tetapi tuhan juga memeperhatikan mererka.

Dan dalam pengertian antara hubungan tuhan dengan manusia ini telah mendapat jaminan hukum atau mendapat payung hukum oleh negara yang telah termaktub dalam pasal 29 ayat (2) UUD 1945, yang mempunyai makna bahwa setiap warga negara di haruskan untuk memeluk agama sesuai dengan kepercayaan dan keyakinan masing-masing, dan negara tidak akan campurtangan terhadap keyakina warganya karena hal ini merupakan keyakinan dan hakya yang paling asasi dan fundamental.

Sedangkan hubungan negara dengan tuhan bersifat kesesuian dalam  arti sebab akibat yang tidak langsung lewat manusia sebagai pendukung pokok negara. Jadi negara disini memposisikan sebagai pengatur yang itu harus sesuai hakikat ketuhanan yang di cerminkan lewat landasan negara yaitu pancasila, karena kedudukan manusia dengan tuhan itu fertikal dan mempunyai hak untuk berkepercayaan maka negara mempunyai skap untuk melindungi kepercayaan setiap warga negara, itulah kedudukan negara dengan tuhan hanya sebagai hubungan sebab akibat yang tidak langsung.

C.    Hakikat Landasan Sila Ketuhanan Yang Mahaesa

Sebenarya pancasila adalah sebagai dasar filsafat negara indoneisa, yang nilai-nilainya telah ada pada bangsa indonesia sejak zaman dahulu kala, berupa nilai-nilai adat istiadat, kebudayaan dan nilai-nilai agama. Dengan demikian sila ketuhanan yang mahaesa nilai-nilainya telah ada pada bangsa indoneisa sebagai kuasa matrealis.

Bila kita pahami yang menjadi kandungan dalam sila ketuhanan yang mahaesa,itu yang menjadi inti adalah pada kata”ketuhanan” yang berasal dari kata Tuhan +(ke-/-an)---Ketuhanan. Hal ini mengandung makna bahwa negara dengan tuhan adalah hubungan sebab akibat yang tidak langsung melalui manusia sebagai pendukung pokok pelaksanaan negara harus senantiasa berdasarkan pada nilai-nilai yang berasal dari tuhan. Maka sesuai dengan makna yang terkandung dalam sila pertama bahwa adanya tuhan bagi bangsa dan negara indonesia adalah telah menjadi suatu keyakinan, sehingga adanya tuhan bukanlah suatu persoalan. Dengan kata lain bahwa adanya tuhan adalah dalam kenyataan secara obyektif maksudya ada dalam obyektifitasnya .

Jadi secara rasiaonalitas dapat ditarik pengertian bahwa tentang adannya tuhan tidaklah ditentukan oleh suatu tertentu, bahkan secara rasional adanya tuhan dapat di pahami secara obyektif. Oleh karena itu bagi bangsa indonesia bentuk dari implementasinya tidak ada pertentangan di dalam bidang keagamaan. Karena sesuai dengan sila-sila pancasila sebagai bangsa indonesia harus sesuai dengan sila-sila pancasila yang telah di ikrarkan sebagai dasar negara yang merupakan perjanjian yang suci yang intinya hakekat satu. Jadi pertentangan dan perpecahan di bidang keagamaan yang seperti terjadi saat ini merupakan yang telah mengingkari dan tidak seusai dengan hakikat pancasila dan itu bisa dikatakan sudah keluar dengan negara kita yaitu indonesia.

Dan di indonesia itu sudah dipertegas dalam UUD 1945 pasal 29 ayat (2). Dan ini telah menunjukkan bahwa indonesia itu melindungi kepercayaan dan keyakinan bagi setiap wargnya. Dan dari pasal itu menunjukan tidak ada tempat bagi warganya tidak mempunyai kepercayaan, karena hakikat manusia itu mempunyai kepercayaan jadi jika tidak memiliki kepercayaan (Atheis) itu merupakan mengingkari hakekat manusia dan posisi negara kita terdapat seperti itu bisa di pidana.

D.    Realisasi Nilai-Nilai Ketuhanan Yang Maha-Esa Dalam Tertib Hukum Indoneisa.

Dalam kedudukan pancasila sebagi dasar negara republik indonesia berarti pancasila di pergunakan sebagai dasar untuk mengatur segala aspek penyelengara negara. Fungsi pokok pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum indonesia sebagaimana telah diatur dalam ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 (Jo.KETETAPAN No. V/MPR/ 1973 Dan Ketetapan No.IX/MPR/1978). Sebagaimana telah diketahui kedudukan sebagai dasar negara indonesia secara formal tercantum dalam pembukaan UUD 1945.mempunyai kedudukan sebagai inti dari staats fundamental norm, sehinga dalam masalah ini pancsila merupakan sumber norma hukum yang paling fundamental. Adapun dalam kedudukan pancasila merupakan suatu asas kerohanisan tertib hukum indonesia .

Dari nilai yang terkandung dalam “Sila Ketuhanan Yang Mahaesa” dapat disebutkan bahwa sila ini merupakan dasar kerohanian, dasar moral bagi bangsa indonesia dalam pelaksanaan kehidupan bernegara dan bermasyarakatan. Dalam kehidupan benegara “Berasaskan Ketuhanan Yang Mahaesa” berarti dalam menyelengaraan kehidupan bernegara wajib memperhatikan dan menghormati petunjuk-petunjuk tuhan yang mahesa, jadi tidak di benarkan jika menyimpang dari dari ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh-Nya. Jadi penyelengara negara dan masyarakat negara (warga negara) wajib atau mentaati peraturan-peraturan dan memperhaikan aturan-aturan yang telah di tetapkan oleh tuhan yang mahaesa.

Pengaruh Timbal Balik Dalam Pendidikan

Pengaruh Timbal Balik Dalam Pendidikan
Di Posting Oleh : Admin
Kategori : Ilmiah Blog Tutorial, Teknologi dan Kesehatan: Mangaip Blog | Berita Terkini dan Terbaru: Terbaru.co.id

PENGARUH TIMBAL BALIK  ANTARA SEKOLAH, KELUARGA DAN MASYARAKAT DALAM PENDIDIKAN
Lingkungan Keluarga

Islam menjadikan keluarga, sekolah, serta masyarakat sebagai mitra dalam pembinaan dan pendidikan manusia.

Pengetahuan awal seorang anak bermula dari orang tua dan masyarakat secara tidak langsung memberikan berbagi pengetahuan dasar walaupun tidak sistematis. pengetahuan itu diperoleh anak melalui berbagai cara, diantaranya melalui peniruan, pengulangan atau pembinasaan.(1)

Setiap anggota keluarga mempunyai peran, tugas dan tangungjawab masing-masing, mereka memberikan pengaruh melalui proses pembiasaan pendidikan, di dalam keluarga merupakan dasar yang berkelanjutan diteruskan pada pendidikan selanjutnya.

Faktor yang menghawatirkan keberhasilan peran keluarga sebagai lingkungan pendidikan, dianataranya;

1. Keberhasilan pendidikan dalam kelurga sangat dipengaruhi oleh keberadaan peran orang tua sebagai kepala rumah tangga, sebagai orang yang dituakan, berkapasitas juga sebagai pendidik dan sumber teladan.

2. Kesibukan orang tua sebagai penyangga ekonomi keluarga, sedikit banyak mempengaruhi perananya untuk mendidik anak menjadi terkurangi bahkan terabaikan.

3. Kemampuan orang tua sebagai pendidik yang tidak selalu optimal, karena keterbatasan sumber daya manusianya (SDM).

4. Kenyamanan dan ketentraman (fisik dan pesikis) rumah tangga sangat mempengaruhi anak dalam menikmati hidup dalam rumah yang selanjutnya berpengaruh terhadap peran keluarga rumah tangga sebagai lingkungan pendidikan. 

Lingkungan Sekolah

Keberadaan lingkungan sekolah sangat berperan dalam pendidikan karena adanya beberapa faktor meliputi;

1. Kenyamanan proses pendidikan di sekolah sangat bergantung terhadap ketersediaan fasilitas proses pembelajaran.

2. Berlakunya peraturan di lingkungan sekolah sangat menentukan ketaatan peserta didik dalam mematuhi aturan yang menghantarkan peserta didik tersebut sebagai generasi yang taat aturan dan generasi mulia untuk bekal bermasyarakat maupun berkeluarga.

3. Ketentraman, kenyamanan, ketenangan dan kecocokan lingkungan sekolah sangat menentukan keberhasilan proses pendidikan itu sendiri.

4. Berlangsungnya proses komunikatif antar unsur pendidikan yakni pendidik dan  peserta didik serta sarana pendukung lainnya sehingga tercipta komunikasi yang mampu membangun hubungan harmonis sebagai wujud suasana dan lingkungan pendidikan yang ideal.

 Lingkungan Masyarakat

Lingkungan masyarakat sebagai lingkungan pendidikan mempunyai peran yang tidak kecil dalam menghantarkan peserta didik sebagai anggota masyarakat muda sekaligus berperan mengimplementasikan (mewujudkan) teori yang disampaikan dalam bangku pendidikan sekolah.

Pada mulanya segala yang diperlukan anak bagi kehidupan dikemudian hari, dapat dipelajari dirumah dan di masyarakat sekitarnya. Dalam perkembangan masyarakat modern, orang tua menyerahkan tanggung jawab akan pendidikan anak, karena tidak semua tugas pendidikan dapat dilaksanakan oleh orang tua, oleh karena itu, anak dikirim kesekolah. Dengan demikian, pendidikan di sekolah adalah bagian dari pendidikan dalam keluarga, yang sekaligus juga kelanjutan dari pendidikan dalam keluarga. Di samping itu, kehidupan di sekolah harus dipandang sebagai jembatan bagi anak untuk menghubungkan kehidupan keluarga dengan kehidupan kelak dalam masyarakat.

Dapat dicatat sumbangan sekolah terhadap pendidikan, antara lain sebagai berikut.

1. Sekolah membantu orang tua mengerjakan kebiasaan yang baik serta menanamkan akhlak dan budi pekerti yang baik.

2. Sekolah memberikan pendidikan untuk kehidupan dalam masyarakat yang tidak dapat diberikan dalam keluarga.

3. Sekolah melatih anak memperoleh kecakapan, seperti membaca, menulis, matematika, menggambar, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, bahkan juga pendidikan agama, dan sebagainya.

4. Selanjutnya anak diajarkan menghargai keindahan, membedakan yang benar dan yang salah, keadilan dan ketidakadilan, menghormati agama yang lain, dan sebagainya.

Lebih jauh, sekolah mempersiapkan anak untuk hidup dalam masyarakat. sekolah adalah tempat pendidikan dan mengajarkan anak untuk menjadi anggota masyarakat yang bermanfaat untuk bangsa dan negara.

Pendidikan dilingkungan keluarga dengan pendidikan di lingkungan sekolah keduanya harus kerja sama. Apa yang tidak jelas di sekolah harus di peroleh tambahan dirumah. Apabila terjadi kesenjangan informasi mengenai perilaku anak atau kesukaran belajar pada anak, sekolah wajib mencari hubungan untuk memperoleh keterangan-keterangan itu yang diperoleh dari rumah. Sekolah dan rumah harus ada suasana saling percaya.
Untuk keperluan semacam itu diperlukan kunjungan kerumah, sehinga memproleh pengetahuan sebanyak-banyaknya mengenai anak muridnya dalam hal pengetahuan dan lingkungan kehidupanya. Guru harus mengetahui sedikitnya suasana rumah, tempat anak hidup sehingga guru mengetahui suasana hidup keagamaannya dan bagaimana pandangannya terhadap perlunya pendidikan agama bagi putra-putrinya. Guru memerlukan keterangan-keterangan dari orang tua murid megenai anaknya masing-masing, dengan cara demikian guru akan memperoleh petunjuk-petunjuk yang berharga yang dapat digunakan guna pendidikan anak di sekolah.

Lingkungan masyarakat juga mempunyai pengaruh pendidikan anak di sekolah. terhadap pelaksanaan pengajaran dan pendidikan di sekolah, sekolah dan masyarakat mempunyai hubungan timbal balik, sekolah menerima pengaruh masyarakat, dan masyarakat dipengaruhi oleh hasil pendidikan sekolah. Menjadi tugas sekolah untuk mengenalkan anak agar belajar di masyarakat untuk dapat memahami antara baik buruknya pendidikan. 
Dengan demikian, anak dapat memahami suasana yang ada di masyarakatnya. Sebagai bagian tujuan sekolah adalah mengantarkan anak dari  dalam hidupnya di dalam masyarakat. Dengan demikian pendidikan agama yang diselengarakan dan berlangsung di masyarakat harus menjadi penunjang dan pelengkap yang mampu untuk mengembangkan pengetahuan dan wawasan keagamaan anak. Dengan demikian pula hendaknya yang terjadi di lingkungan keluarga, pendidikan agama harus menjadi pendorong yang saling menguatkan sehingga melalui program keterpaduan dapat dikembangkan program pendidikan agama yang berkelanjutan yang saling menguatkan. Program pendidikan agama pada ketiga lingkungan  pendidikan seperti dimaksud harus diusahakan agar tidak tumpang tindih, saling melemahkan dan tidak boleh terjadi pertentangan dengan yang lainnya.


Pengaruh Sekolah Terhadap Masyarakat

Antara masyarakat dan pendidikan terdapat hubungan-pengaruh dan peranan berupa Simbiosis Mutualisme (saling diuntungkan dan menguntungkan) pengaruh ini berupa untuk ;

1. Mencerdaskan kehidupan masyarakat, dengan pendidikan, kecerdasan anggota masyarakat dapat tergapai untuk mengkader generasi yang siap menapaki masa depan dengan berbekal ilmu pengetahuan.

2. Membawa pembaruan dan perkembangan masyarakat .

3. Menghasilkan masyarakat yang siap pakai dan terbekali dalam lapangan pendidikan.

4. Menghasilkan masyarakat yang bersikap konstruktif sehingga tercipta integrasi sosial yang harmonis.

5. Mentransformasikan budaya sekolah untuk pengembangan budaya masyarakat .

Pengaruh Masyarakat Terhadap Sekolah

1. Identitas dan dinamikan masyarakat membawa perubahan terhadap orientasi dan tujuan pendidikan.

2. Realitas  sosial buadaya masyarakat membawa perubahan dalam proses pendidikan.

3. Perubahan sosial akan membawa perubahan dalam materi pendidikan.


 Ada Tiga Macam Kehidupan Kelurga Yang Sangat Berpengaruh Dalam Proses Belajar Pendidikan Di Sekolah.

1. Keluarga yang sadar akan pentingnya pendidikan bagi perkemkangan anak, orang tua dari lingkungan keluarga yang demikian akan selalu mendorong demi kemajuan anak.

2. Keluarga yang acuh tak acuh terhadap pendidikan anak. Keluarga yang semacam ini tidak mengabaikan peran untuk mendorong atau melarang terhadap kegiatan yang dijalani anak.

3. Keluarga yang anti pati terhadap dampak dari keberadaan pendidikan di sekolah atau di masyarakat sekitarnya. Orang tua dari keluaga yang semacam ini akan menghalangi dan menyikapi dengan kebencian terhadap kegiatan yang dilakukan oleh anaknya.

[1] AN-Nahlawi, Abdurrahman. 1995, Pendidikan Islam Di Rumah, Sekolah, Masyarakat. Jakarta: Gema Insani Press hal 136

PESIKOLOGI DAN PENDIDIKAN

PESIKOLOGI DAN PENDIDIKAN
Di Posting Oleh : Admin
Kategori : Ilmiah Blog Tutorial, Teknologi dan Kesehatan: Mangaip Blog | Berita Terkini dan Terbaru: Terbaru.co.id


PENDAHULUAN
Tentang judul diatas ada dua kemungkinan, dilihat secara sepintas laku, Pertama ia bermakna pesikologi secara umum dan hubunganya dengan agama Islam. Dengan kata lain bagaiman prinsip-prinsip psikologi itu diterapkan dalam pendidikan Islam.

Pengertian Kedua adalah hubungan psikologi Islam dan pendidikan Islam. dengan kata lain pandangan atau persepektif Islam dalam psikologi dan penerapanya dalam pendidikan Islam.

Psikologi sekarang ini sebenarnya adalah suatu disiplin ilmu yang boleh tergolong dalam ilmu-ilmu social (social sciences) atau boleh digolongkan dalam ilmu-ilmu kealaman (natural sciences). Sedangkan pengertian pendidikan adalah suatu tindakan (action) yang diambil oleh suatu masyarakat, kebudayaan atau peradaban untuk memelihara kelanjutan kehidupanya (survival).


                                                 PESIKOLOGI DAN PENDIDIKAN

    Penggunaan prinsip-prinsip psikologi dalam perjalanan mendidik agar pekerjaan itu lebih efektif, merupakan teknologi, dengan kata lain, teknologi pendidikan adalah penggunaan antara prinsisp-prinsip psikologi dalam pendidikan. banyak lagi prinsip-prinsip dalam bidang lain, seperti dalam bidang sosiologi, bidang pedagogi dan lain-lain.

    Penggunaan prinsip-prinsip ini dalam pendidikan Islam tidak jauh beda dengan warisan kebudayaan Islam, penuh dengan bukti-bukti menunjukkan bagaiman ilmu-ilmu yunani kuno telah digunakan memperkaya pengetahuan Islam.

Karya-karya ahli fiqih seperti Al-Faraby, ibnu Sinna, ibnu Maskawaih, Al-Gazzali dal lain-lain itu adalah bukti yang dapat kita telaah bagaimana ahli-ahli fiqih tersebut telah memperkaya kebudayaan Islam. dengan mengunakan berbagai konsep yang berasal dari Plato dan Aristoteles, kemudian dikemas dengan aqidah Islam. tetapi ini tidak menafikkan daya cipta (creativity) pemikir-pemikir Islam sendiri.

    Oleh sebab itu kita tela’ah sebagaian karya-karya mereka, khusus mengenai psikologi dan pedidikan yang kita mulai dari para ahli yang dahulu menurut kronologi dan disambung dengan orang yang paling dekat dari segi kronologi. 

1.    AL-FARABY

Nama lengkapnya adalah Abu Nasr Muhammad bin Muhammad bin Tharkhnan yang dilahirkan di Khurasan (sekarang masuk daerah rusisa) pada tahun 260 H (874 M) dan meninggal pada tahun 339 H (950 M). Al-Faraby mempunya banyak karangan dalam cabang semua ilmu dan seni, ketika Al-Faraby menyiarkan kitabnya maka banyak berkerumunlah kesekelilingnya banyak murid dari segala pelosok dunia, mencatat dan membahas. Al-Faraby dikawal dalam sejarah falsafah Islam sebagai guru yang kedua sesudah Aristoteles.

Menurut Al-Faraby jiwa manusia itu mempunyai empat bagian dasar, setiap bagianya mempunyai kekuatan yang mengikutinya, yaitu yang memakan, yang merasa, yang berkhayal, dan yang berfikir. Jiwa yang makan ialah yang dengannya manusia makan, bertumbuh kemudian berkembang. sesudah itu timbullah kekuatan pada indera manusia. pertama kali muncul idera peraba, kemudian indera pengecap, kemudian indera pencium, kemudian indera pendengar dan akhirnya indera penglihatan.

Kekuatan menghayal juga satu dan juga berpusat dihati. Tugasnya adalah mejaga benda-benda yang diamati sesudah berpisah dengan anggota-anggota indera dimana ia (khayal) menguasainya.
Kekuatan berfikir ia juga satu. Dialah kepala kekuatan-kekuatan indera dan kekuatan khayal. Juga jiwa mempunyai kekuatan kecenderungan yang mengingini sesuatu atau membencinya, dari situ timbul kemauan.

Adapun mengaitkan antara proses pemikiran dan jiwa mausia, maka menurut Al-Faraby sebagai mana berikut:

kecenderungan atau keinginan adalah kecenderungan seseorang kepada setengah-setengah yang wajib di simpulkanya. jika kecenderunga ini merupakan indera atau khayal maka ia disebut kemauan.
       

2.    IBNU SINNA

Nama lengkapnya adalah Abu Ali Al-Husain bin Abdullah lahir pada tahun 370 H (980 M) dan meninggal pada tahun 428 H (1037 M).

Ibnu Sinna adalah seorang dokter jasmani dan jiwa dalam waktu yang sama, tetapi ia mengkhususkannya bab-bab yang paling penting mengenai jiwa dalam karanggan-karangganya yang bersifat falsafah. Juga di khususkan risalah-risalah yang lengkap dan kisah-kisah simbolik tentang  jiwa.
Diantara-diantara filosof-filosof muslim, barag kali Ibnu Sinna merupakan orang yang paling banyak menumpahkan perhatian pada psikologi  dan membicarakan berbagai topik-topiknya.

 Pengamatan yang dibaginya kepada dua bagian-bagian indera nyata dan indera batin (tak nyata). yang pertama berlaku pada indera yang lima (panca indera), yaitu penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman dan pengecapan. Yang kedua berlaku melaluai indera batin, yaitu indera bersaman, bentuk yang dikhayalkan, kekuatan paham dan ingatan yang menghafal.  
   
3.    ABU HASAN AL-MAWARDI
Nama lengkapnya adalah Abu Hasan Ali-Albasry yang terkenal dengan  Al-Mawardy, seorang guru madzhab Syafi’Iyah dan slah seorang qodhi bagdad yang paling ulung.
Beliau dilahirkan pada tahun 364 H (947 M) dan meninggal pada tahun 450 H (1058 M), jadi ia hidup selama kurang lebih delapan puluh enam tahun. beliau semasa Al-Qoim Biamrillah, Khalifah Abbasiyah (Abd. Hamid, 1972).

Al-Mawardi menambahkan berkenaan ciri-ciri pribadi Qodhi, sifat-sifat ini :

1.    Kematangan, jadi ia harus menjaga kedudukannya dan kehormatan hukum.
2.    Kebersihan, termasuk sifat jujur, yang bermakna netral dan tidak memihak kepada salah satu pihak.
3.    Pemikiran yang waras, jadi ia tidak boleh menjalankan hukum jika pemikirannya terganggu yang menghalangnya dari mengadakan pemikiran, pemahaman dan hukum yang jernih.
 
4.    AL-GHAZZALI

Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazzali. Beliau dilahirkan di negri Thaus di bawah kawasan Khurasan pada tahun 450 H (1058 M) dan meninggal pada tahun 505 H (1111 M). Jadi ia hidup hanya 55 tahun sedang karya-karyanya ada sebanyak 47 buah dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan, agama dan falsafat.

Al-Gazzali menyebutkan kata jiwa (Nafs) untuk menyatakan makna umum bagi subtansi (Jauhar) yang wujud pada manusia dari segi jiwanya sebagai hakikat. Adapun fungsi-fungsi jiwa, yang boleh dikatakan satu-satunya bidang psikologi modern sampai sekarang, maka Al-Ghazzali membaginya kepada :

1.    Fungsi-fungsi dimana hewan dan tumbuhan mempunyai taraf serupa seperti makan, tumbuh, dan berkembang.
2.    Fungsi-fungsi yang hanya dimiliki hewan saja seperti menyadari, berkhayal dan gerakan sendiri.
3.    Fungsi-fungsi yang khas saja dari manusia yaitu fungsi-fungsi akal. 

Pengertian Sumber-Sumber Hukum (Sumber Hukum)

Pengertian Sumber-Sumber Hukum (Sumber Hukum)
Di Posting Oleh : Admin
Kategori : Ilmiah Blog Tutorial, Teknologi dan Kesehatan: Mangaip Blog | Berita Terkini dan Terbaru: Terbaru.co.id

BAB I
Pendahuluan
    Pertanyaan, manakah sumber-sumber hukum, pada umumnya tak bisa dijawab begitu saja, karena perkataan sumber hukum dipakai dalam arti yang berupa-rupa. Arti itu berbeda-beda, bergantung kepada pendirian pennanya masing-masing. Persoalanya niscaya berlain-lainan, apabila pertanyaan itu di kemukakan oleh seorang ahli sejarah,seorang ahli filsafat atau seorang ahli hukum praktis. 

Untuk kedua orang  yang tersebut dahulu, perkataan hukum mempunyi arti yang lain daripada untuk yang tersebut kemudian, demikian perkataan sumber hukum.Untuk ahli sejarah dan ahli kemasyarakatan, hukum adalah gejala kemasyarakatan (sebagai bagian dari adat atau kebiasaan) yang menghendaki keterangan secara ilmiah. Sebaliknya, ahli filsafat atau ahli hukum praktis, memandang hukum  sebagai keseluruhan peraturan tingkah laku, hanya dengan perbedaan, bahwa yang tersebut terakhir pada umumnya menerima peraturan-peraturan tersebut tanpa syarat apa-apa sebagai sumber kekuasaan, itupun  bila disajikan dalam bentuk yang memenuhi syarat (jadi yang belum formil), sedangkan ahli filsafat menghendaki title kekuasaan peraturan itu.

    Demikianlah perkataan sumber hukum dipakai dalam arti sejarah, kemasyarakaan, filasafat dan arti formil.   

BAB II
SUMBER-SUMBER HUKUM

1.    SUMBER-SUMBER HUKUM DALAM ARTI KATA MATERIAL.
Sumber hukum secara materiil dapat ditinjau dari berbagai sudut, tergantung dari mana kita mempertanyakanya. 
A.    Sumber Hukum Menurut Ahli Sejarah.
Ahli sejarah memakai perkataan sumberhukum dalam 2 pengertian arti:
a.    Dalam arti sumber pengenalan hukum, yakni semua tulisan, dokumen, inskripsi dan sebagainya. Dari sumber tersebut kita dapat mengenal hukum suatu bagsa pada suatu waktu, misalnya undang-undang, keputusan-keputusan hakim, piagam-piagam yang memuat perbuatan hukum, atau tulisan-tulisan ahli hukum.
b.     Dengan melihat dan mempergunakan dokumen-dokumen, surat-surat, dan keterangan yang lain yang memuat undang-undang dan memungkinkan dia mengetahui hukum yang berlaku masa sekarang (positif).
B.    Sumber Hukum Menurut Ahli Filsafat.

Bagi seoarang ahli filsafat sumber hukum juga dilihat dalam dua arti:
a.    Ukuran yang harus dipakai untuk menjadi hukum agar dapat mengetahui apakah suatu hukum merupakan hukum yang adil? Oleh para filosof, keadilan dipertimbangakan secara mendalam.
b.    Dengan melihat mengigat dalam hukum. Dengan mengingat pertanyaan apa sebab kita taat kepada hukum? Dalam hal ini banyak faktor yang mengigat hingga orang menaati hukum, misalnya karena hukum berasal dari Tuhan, perjanjian masyarakat, kekuasaan dan lain-lain.

C.    Sumber Hukum Menurut Ahli Sosiologis.
Menurut ahli sosiologis, sumber hukum ialah faktor-faktor yang menentukan isi hukum positif, misalnya keadaan-keadaan ekonomi, pandangan agama, atau saat-saat pesikologis. Penyelidikan tentang fakor-faktor tersebut meminta kerjasama dari berbagai ilmu pengetahuan, lebih-lebih kerja sama antara (sejarah hukum, agama,  ekonomi) pesikologis dan ilmu filsafat.

D.    Sumber Hukum Menurut Ahli Ekonomi.
Bagi seorng ahli ekonomi maka yang menjadi sumber hukumnya ialah apa yang tampak dipenghidupan ekonamis. Misalnya sebelaum pemerintah membuat peraturan yang bertujuan membatasi persaingan dilapagan dagang maka ahli ekonomi harus mengetahui apa yang dirasa pasti dan tidak dirasa pasti mengenai persaingan itu.

E.    Sumber Hukum Menurut Ahli Agama
Sumber hukum bagi seorang ahli agama (ulama’, pendeta teolog) tentu berbeda dari kebanyakan orang. Bagi golongan ahli agama, yang menjadi dasar hukum yang paling hakiki ialah kitab suci (Al Qur’an dan Hadis, Injil, Taurad, dan Zabur).

Dari pandangan ahli tersebut dapat kita tarik kesimpulan bahwa apa yang dimaksud dengan sumber hukum dalam arti kata materiil, ialah segala apa yang merupakan perasaan hukum, keyakinan hukum, dan pendapat umum (publio opinion) yang ada pada masyarakat. 

Menurut Dr. Juhaya S. Praja (1993:201) sekurang-kurangnya ada lima teori berlakunya hukum islam di Indonesia. Kelima teori itu ialah: 

1. Teori Kredo atau Syahadat.
2. Teori Reception In Complexeu.
3. Teori Receptie.
4. Teori Recaptie Exit.
5. Teori Receptie a Contraio.

2.    SUMBER-SUMBER  HUKUM DALAM ARTI KATA FORMAL.

Adapun yang menjadi sumber-sumber hukum dalam arti formal menurut ilmu pengetahuan hukum secara umum antar lain sebagai berikut: undang-undang, kebiasaan, keputusan hakim, dan trakatat.

1. UNDANG-UNDANG
Menurut Prof. Buys, dalam ilmu pengetahuan hukum, undang-undang dapat dibedakan menjadi dua arti yaitu sebagai berikut: undang-undang dalam arti materiil dan undang-undang dalam arti formal.

a.    Undang-Undang dalam Arti Kata Materiil

Yang dimaksud dengan undang-undang dalam arti kata materiil, ialah setiap keputusan pemerintah yang menurut isinya mengikat langsung setiap penduduk (sesuatu daerah).berdasarkan teori Buys tersebut maka setiap keputusan pemerintah dapat dikatakan sebagai undang-undang yang jika ditinjau dari segi isinya atau materinya dapat mengikat setiap penduduk yang dikenainya (dalam arti kata materiil).

Sebagai contoh, dalam Undang-Undang Dasar 1945, pasal 5 ayat (2) menentukan: “Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagai mana mestinya”. Peraturan pemerintah yang ditetapkan oleh presiden ini, dapat dikatakan sebagai undang-undang dalam arti kata materiil, karena isinya dapat mengikat langsung setiap penduduk yang dikenainya.

b.    Undang-Undang dalam Arti Kata Formal

Yang dimaksud dengan undang-undang dalam arti kata formal ialah setiap keputusan pemerintah yang merupakan undang-undang karena cara terjadinya.

Berdasarka teori tersebut, setiap keputusan pemerintah jika dilihat dari segi bentuk terjadinya dapat dikatakan sebagai undang-undang. Keputusan pemerintah itu harus dibentuk oleh lembaga yang berwenang  untuk itu, melalui mekanisme kerja tertentu. Sebagai contoh di Indonesisa, menurut Undang-Undang Dasar 1945 pasal 5 ayat (1) dan pasal 20 ayat (1), yang menegaskan bahwa kekuasaan untuk membentuk undang-undang dilakukan Presiden dengan persetujuan Dewan Perwawakilan Rakyat (DPR). Maka dalam hal ini, Presiden bersama-sama dengan Dewan Perwakiln Rakyat (DPR) menjalankan Legislative Power dalam Negara. 

Maka dari itu, setiap keputusan pemerintah yang ditetapkan oleh Preiden bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dilihat terjadinya merupakan undang-undang. Dengan kata lain bahwa hanya keputusan pemerintah yang ditetapkan presiden bersama-sama dengan DPR-lah yang menjadi undang-undang (undang-undang dalam arti kata formal).

c.    Syarat-Syarat Berlaku Dan Berakhirnya Kekuatan Sesuatu Undang-Undang

Syarat mutlak untuk berlakunya undang-undang ialah diundangkan dalam lembaran Negara oleh sekertaris Negara. Undang-undang itu mulai berlaku menurut tanggal yang ditentukan dalam undang-undang itu sendiri. Setelah undang-undang di umumkan atau di undangkan dalam lembaran Negara maka setiap orang di anggap telah mengakui adanya suatu undang-undang. Jika tanggal berlakunya tidak di tentukan dalam undang-undang itu maka mulai berlaku sejak hari ketiga puluh sesudah diundangkan dalam lembaran Negara untuk Jawa dan Madura  dan untuk daerah-daerah luar Jawa dan Madura mulai berlaku sejak seratus hari sesudah diundangkan dalam lembaran Negara.

Sedangkan berakhirnya kekuatan berlakunya suatu undang-undang ditentukan sebagi berikut:

1. Apa bila jangka waktunya telah sampai pada waktu yang telah di tentukan di dalam undang-undang itu sendiri.
2. Apabila undang-undang itu telah dihapuskan atau tela dicabut kembali dengan undang-undang yang baru.
3. Apabila undang-undang yang baru telah memuat ketentuan yang berlainan dengan ketentuan yang ada di dalam undang-undang yang lama.
4. Apabila pengadaan undang-undang itu sudah tidak ada lagi.  

2.    KEBIASAAN

Sepanjang masa terdapat pembentukan undang-undang yang berciptakan perundang-undangan yang lengkap, yang dengan perkataan lain menyangka bahwa mereka dapat memberikan peraturan-peraturan dalam undang-undang yang dapat dipakai untuk segala hal.

Kini umumnya orang yakin, bahwa undang-undang takan pernah lengkap. Kehidupan masyarakat yang demikian rumitnya dan berubah-ubah, sehinga pembentuk undang-undang tak mungkin memnuhi segala peraturna hukum yang timbul dari kehidupan masyarakat. Tak ada suatu perundang-undangan yang dapat mengikuti pendangan yang berganti-ganti dan hubungan yang berubah-ubah dalam masyarakat.
 
Oleh karena itu tatanan kebiasaan merupakan tatanan yang norma-normanya sangat dekat dengan kenyataan kehidupan sehari-hari. Apa yang bisa dilakukan oleh orang-orang, itulah kemudian yang bisa menjelma menjadi  norma kebiasaan. Meskipun norma kebiasaan tersebut tidak terberntuk dari usaha yang dilakukan secara sadar oleh manusia melalui badan perundang-undangan, tetapi tatanan kebiasaan dalam suasana kenyataan ditaati dalam masyarakat dan diterima serta diyakini sebagi kaidah hukum.

Brdasarkan hal tersebut timbul pertanyaan, bilakah suatu kebiasaan dapat ditaati ataupun dapat berlaku sebagai hukum kebiasaan? Bahwa selamanya kebiasaan yang ada dalam masyarakat dapat berlaku sebagai hukum terlebih dahulu memenuhi syrat-syarat tertentu.

Jadi para ahli hukum pada umumnya beranggapa bawa agar suatu kebiasaan ditaati dalam suatu masyarakat maka harus dipenuhi dua syarat berikut:

1.  Syarat yang bersifat materiil, yaitu harus ada tindakan yang tetap dilakukan oleh orang.
2. Syarat yang bersifat psikologis dalam arti bukanlah psikologis perorangan melainkan psikologis golongan, yaitu adanya keyakinan akan kewajiban hukum dalam golongan.
Contoh suatu kebiasaan menjadi sebagai hukum:
a. Kebiasaan orang bali yang mengharuskan sebagai hukum upacara pembakaran mayat orang yang meninggal (Ngaben).
b. Kebiasaan orang batak yang melarang terjadinya pertukaran pengantin antar dua marga dalam sisitem perkawinan mereka.

3.    PERJANJIAN

Traktat (Treaty) adalah suatu perjanjian yang diadakan oleh dua Negara atau lebih yang isinya mengatur masalah-msalah tertentu yang berkenaan dengan kepentingan masiang-masing Negara, misalnya kepentingan batas wilayah (darat, laut, udara), hubungan diplomatik, kepentingan perekonoimian, pertahanan keamanan bersama, dan sebagainya.

Traktat itu ada beberapa macam, yaitu traktat bilateral dan traktat multi lateral. Traktat bilateral ialah suatu perjajjian yang diadakan antara dua Negara tertentu dan hanya berlaku bagi kedua Negara yang bersangkutan, contohnya: perjanjian antara pemerintah Republik Indonesia dan pemerintah republik rakyat cina mengenai penyelesaian masalah Dwi Kewarganegaraan tahun 1995.

Traktat Multilateral adalah suatu perjanjian yang diadakan oleh lebih dari dua Negara mengenai masalah-masalah tertentu yang mereka hadapi bersama, contohnya: perjanjian pertahanan bersama Negara-negara Eropa (NATO) yang diadakan oleh beberapa Negara Eropa, perjanjian masalah perminnyakan antara Negara-negara OPEC, perjanjian masalah perekonomian antara Negara-negara ASEAN.

4.    KEPUTUSAN HAKIM (Yurisprudensi).

Yurisprudensi merupakan sumber hukum yang formil, keputusan hakim Yurisprudensi ini berasal dari kata “jurisprudential” (bahasa latin), yang berarti pengetahuan hukum. Dan dalam bahasa inggris “Jurisprudence” berarti teori ilmu hukum. Sedangkan pendapat ahli hukum ialah, Yurisprudensi dapat diartikan sebagai keputusan hakim terdahulu yang diikuti dan dijadikan dasar keputusan oleh hakim kemudian mengenai masalah yang sama atau serupa.

Jadi Yurisprudensi  digunakan itu ketika ada suatu perkara atau persoalan yang tidak jelas hukumnya, contoh tentang dapatnya orang Indonesia memiliki tanah hak eigengendom, sedang setatus tanah tidak berubah. (3 oktober 1912) ini adalah persoalan yang tidak jelas maka seorang hakim harus mengambil keputusan, jadi keputusan itulah yang menjadi Yurisprudensi. Nmamun Yurisprudensi itu tidak akan untuk selamanya karena jika dikemudian hari hukum itu tidak menceerminkan lagi keadilan maka Yurisprudensi itu tidak akan lagi digunakan.

3.   PERATURAN PERUNDANGAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Dari ketetapan MPRS No.XX/Tahun 1966 dapat kita ketahui bentuk-bentuk peraturaan perundangan republik Indonesia, serta urutanya sebagai mana berikut:

1.    Undang-Undang Dasar (UUD)
Ketentuan-ketentuan yang tercantum didlm pasal-pasal undang-undang dasar adalah ketentuan-ketentuan yang tertinggi tingkatanya yang pelaksanaannya dilakukan dengan ketetapan MPR, undang-undang, atau keputusan presiden.

2.  Ketetapan MPR (tap. MPR)
a. ketetapan MPR yang merupakan garis-garis besar dalam bidang legislatif dilak sanakan dengan undang-undang.
b. Ketetapan MPR yang memuat garis-garis besar dalam bidang esekutif dilaksanakan dengan keputusan presiden.

3.    Undang-Undang (UU)
a.    Undang-undang dibuat antara lain untuk melaksanakan undang-undang dasar atau ketetapan MPR.
b.  Dalam hal-hal kepentingan yang memaksa, presiden berhak menetapkan peraturan-peraturan pemerintah sebagai pengganti  undang-undang (perpu).

1. Peraturan pemerintah harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut.
2.  Jika tidak mendapat persetujuan, peraturan pemerintah itu harus dicabut.
4.  Peraturan Pemerintah (PP)
Peraturan pemerintah adalah memuat aturan-aturan umum untuk melak sanakan undang-undang.
5.  Keputusan Presiden
Keputusan presiden berisi keputusan yang bersifat khusus (einmaling), adalah untuk melaksanakan ketentuan undang-undang dasar yang bersangkutan, ketetapan MPR dalam bidnag esekutif atau peraturan pemerintah.
6.  Peraturan-peraturan pelaksanaan lainya
Peraturan-peraturan pelak sanaan lainya sperti: peraturan menteri, insturksi mentri, peraturan daerah, dan lain-lainya harus dengan tegas dan bersumer pada peraturan perundangan yang lebih tinggi. (K.Watjik Saleh




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Sebenarnya sebuah hukum itu sama walaupun banyak sumber-sumber nya dan definisi tapi tujuannya itu sama yaitu hanya sederhana yaitu Cuma mencari keadilan, mencari kesejajaran, dan persmaan hak.

B.    Penutup

Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadiran Ilahi Robbi. yang telah memberikan kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini, walaupun masih dalam keadaan yang sangat sederhana dan masih banyak kekurangan dan juga kesalahan dalam penulisanya,. namun demikian kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan pada kami khususnya. Amiin.

DAFTAR PUSTAKA
Apeldoorn, Prof. Dr. Mr. Lj. Van: 1954, Pengantar ilmu Hukum, PT Pradya Paramita, Jakarata.
Arrasjid, S. H, Prof . Chainur: 2004, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Sinar  Grafika, Jakarta.
Syarifin, S.H, Pipin.: 1999, Pengantar  ilmu Hukum, CV. Pustaka Setia, Bandung.

Pengertian Hadits (Makalah Pengertian Hadits)

Pengertian Hadits (Makalah Pengertian Hadits)
Di Posting Oleh : Admin
Kategori : Ilmu Hadist Makalah Blog Tutorial, Teknologi dan Kesehatan: Mangaip Blog | Berita Terkini dan Terbaru: Terbaru.co.id

BAB I
PENDAHULUAN

Syukur terucap “Al-HAMDULILLAH” membuka seluruh tabir keagungannya akan semua ciptaannya. Aqal dan fikiran yang memproduksi sebuah ilmu. Dengan hati menempati kedekatan dengan Maha-Rabbi.

Terbitnya mata hari menghapus malam kegelapan. Begitu juga gelapnya Islam tercerahkan oleh sinar kebenaran. Kebenaran dibawa oleh utusan yang berpendirian Al-Qur’an ialah Nabi Muhammad SAW.
Tiada sinar kebenaran kecuali dengan indahnya ilmu. Ilmu bagi mahluk bagai aliran darah dengan derasnya pompa aliranya. Ilmu adalah sebuah kebenaran.

Andaikan ilmu menjadi sebuah kebenaran haqiqi maka tiada yang menolak akan kehadiran ilmu. Sebagi mana menyikap Ilmu-Hadits yang dibawa Nabi untuk kita dengan tujuan kebenaran segala apa yang ada di dalamnya merupakan aktifitas sehari-hari Ilmu-Hadits sebagai perantara untuk menunjukkan bahwa aktifitas sehari-hari kita dimulai dengan ilmu.

Tujuan Hadits adalah menjelaskan keglobalan Al Qur’an. Dengan ilmu Hadits dapat menjelaskan isi Al Qur’an secara terperinci. Di dalam Al Qur’an sendiri perlu sebuah penjelasan yang harus di perjelas, dengan itu butuhlah Hadits yang tujanya memperjelas Al Qur’an.


BAB II
ULUMUL HADITS

A.    PENGERTIAN HADITS
Hadits merupakan bentuk mufrod yang jama’nya ialah hidas, hudasa dan hudasa. Sedang pengertian hadits dari ahli hadits ialah:



“Segala ucapan, perbuatan, keadaan, dan perilaku Nabi SAW”.

Pendapat lain dari Al-Fa’ra’: Al-Hadits sebenarnya jamak dari uhdutsah, kemudian dijadikan jamak bagian hadits. Dari segi bahasa, kata hadits mempunyai beberapa pengertian, antara lain:

1.    Baru
2.    Dekat
3.    Warta Berita

Hadits sebagaiman tinjauan Abdul Baqa’ merupakan kata benda (Isim) dari Tandits yang berarti “Pembicaraan”. Arti pembicaraan telah digunakan/dikenal oleh masyarakat arab dizaman jahiliyah, sejak mereka telah menyatakan “hari-hari mereka yang telah terkenal dengan sebutan ahadits (Buah Pembicaraan)”.
Adapun ulam’ berpendapat bahwa hadits itu meliputi juga perkataan, perbuatan, dan Tqrir Sahabat/ bahkan Tabi’in. oleh karenanya hadits Merfu’ yaitu hadits yang sampai kepada Nabi SAW, Mauquf yaitu hadits yang sampai kepada Sahabat, Maqtu’yaitu hadits yang hanya sampai kepada Tabi’in.

B.    SINONIM HADITS DAN PERMASALAHAN

Hadits yang merupakan perbuatan, perkataan, penetapan mempunyai sinonim sebagai berikut:

1.    SUNNAH

Sunnah merupakan sinonim dari hadits. Jamaknya adalah sunnah yang berarti:



Artinya : Cara atau jalan yang bisa di tempuh, baik terpuji maupun tercela.

Sunah merupakan jamak sunnah yang mempunyai arti (perjalanan-perjalanan) artinya perjalanan-perjalanan Nabi yang berupa perbuatan, perkataan, penetapan. Sehingga ada persamaan antara sunnah dengan hadits. Kedunya sama-sama berasal dari Nabi SAW. Sedang perbedaan sunnah lebih umum dari pada hadits. Keumuman sunnah yaitu kalu sunnah mencakup apa yang datang dari Nabi SAW. Sedang hadits menurut Ibnu Humam adalah khusus mengenai perbuatan beliau.

2.    KHABAR
Ditinjau dari segi bahasa, khabar mempunyai arti warta berita yang disampaiakan dari seseorang kepada orang lain. Sedang menurut istilah ahli hadits yaitu :
“Segala sesuatu yang disandarkan atau berasal kepada Nabi SAW atau dari selain Nabi SAW”.
Lebih jelas kalau khabar mempunyai arti umum karena mencakup segala yang berhubungan Nabi SAW dan selain Nabi SAW. Sedang hadits penyandarnya hanya kepada Nabi SAW.

3.    ATSAR
Menurut bahasa Atsar mempunyai pengertian bekas sesuatu atau sisa sesuatu. Menurut istilah yang di argumentasikan bahwa pengertian atsar sama dengan khabar dan hadits. Sebagaiman para ulama’ berpendapat atsar lebih umum dari pada khabar.
Para fuqaha berbedalagi kalau pengertian atsar untuk perkataan-perkataan ulama’ salaf, sahabat, tabi’in dan lain-lain.

KHABAR DAN ATSAR

Dibanding dengan sunnah, khabar lebih layak menjadi sinonim hadits, sebab hadits (pembicaraan) artinya tidak lain adalah ikhbar (pemberitaan), hadits Nabi SAW, tidak lain adalah berita yang disandarkan kepada beliau, hanya saja, nama ikhbari digunakan untuk meyebut orang yang menekuni tarikh-tarikh dan semisalnya. Sedangkan gelar muhaddits oleh para ulama’ digunakan kepada orang yang secara khusus mnekuni sunnah, untuk membedakannya dari ikhbari. Para ulama’ menyebut apa yang datang dari Nabi dengan hadits. Untuk membedakannya dari khabary berasal dari selain beliau, ini menjelaskan ucapan mereka: “Antara khabar dan hadits ada pengertian umum dan khusus. Setiap hadits ada khabar, tetapi tidak sebaliknya.

C.    LAQOB-LAQOB ULAMA’ HADITS
Laqob-laqob menurut ulama’ hadits artinya gelar bagi para ulama’ yang berhubungan dengan kepakaran pengutipan dalam bidang hadits: artinya
1.    Gelar-Gelar Dalam Bidang Kepakaran Hadits
a.    Thalib Al-Hadits
Thalib Al-Hadits di pergunakan bagi seorang yang sedang mencari hadits atau mempelajari hadits. Tingkatan ini merupakan tingkatan terendah dalam bidang hadits.

b.    Al-Musnib
Al-Musnib gelar ini dipakai kepada orang yang meriwayatkan hadits dengan menyebutkan sanadnya, baik seseorang tersebut mengetahui dengan baik tentang keadaan senadnya atau tidak.

c.    Al-Muhaddits
Al-Muhaddits diberikan gelar kepada seseornag yang telah mahir dalam bidang hadits, baik dalam riwayah atau dirayah. Maupun membedakan antara hadits dhaif dan shahih, ilmu-ilmu hadits dan istilah-istilah ahli hadits. Biasanya gelar tersebut mampu menghafal 1.000 hadits, baik matan, sanad maupun seluk beluk perawi.

d.    Al-Hafizd
Al-Hafizd gelar ini bagi ulama’ hadits bertempat di atas Al-Muhaddits. Al-Hafizd mampu menghafal 100.000 hadits lengkap dengan sanad, matan, sifat perawi.

e.    Al-Hujjah
Al-Hujjah merupakan gelar yang diberikan kepada seorang Hujjah dengan keluasaan dan ketangguhan hafalanya dan telah menjadi rujukan dalam berhujjah bagi para Al-Hafizd. Al-Hujjah mampu menghafal 300.000 hadits lengkap dengan sanad dan seluk beluk perawinya.

f.    Al-Hakim

Al-Hakim tingkatanya lebih atas Al-Hujjah. Al-Hakim merupakan seseorang ulam’ hadits yang benar-benar telah menguasai hadits yang diriwayatkan, baik segi sanad, matan, sifat perawi, termasuk sifat guru-gurunya. Dan seseorang yang mendapatkan gelar ini mampu menghafal dengan baik lebih dari 300.000 hadits Nabi SAW beserta sanad dan seluk beluknya.

g.    Amir al-Mu’min Fi al-Hadits
Gelar ini merupakan gelar tertinggi dalam kepakaran seorang ulama’ hadits. Pada tingkat ini namanya termasyhur dikalangan para ulama’ mengenai kepakaran dalam bidang hadits. Sehinga menjadi imam dan panutan bagi umat di masyarakat.

2.    Gelar-Gelar Dalam Bidang Pengutipan Hadits

a.    Akhrajahu al-Saba’ah
Akhrajahu al-Saba’ah biasanya mengiringi matan dari suatu hadits. Berarti hadits yang di sebutkan terdahulu diriwayatkan oleh tujuh ulama’ atau perawi hadits. Ulama’ tersebut antaranya Imam Ahmad, Bukhori, Muslim, Abu Dawud, Al-Tirmidzi, Al-Nasa’i, Ibn Majah.

b.    Akhrajahu al-Sittah

Gelar ini merupakan istilah bahwa hadits yang disebutkan denganya diriwayatkan oleh enam orang perawi hadits yaitu: Bukhori, Muslim, Abu Dawud, Al-Tirmidzi, Al-Nasa’i, Ibn Majah.

c.    Akhrajahu al-Khamsah atau disebut juga Akhrajahu al-Arba’ah Wa Ahmad.

Artinya bahwa matan hadits yang disebutkan bersamanya diriwayatkan oleh lima orang imam antaranya: Imam Ahmad, Abu Dawud, Al-Tirmidzi, Al-Nasa’i, Ibn Majah.

d.    Akhrajahu al-Arba’ah atau akhrajahu Ashhab al-Sunnah

Bahwa matan hadits yang disebutkan dengan diriwayatkan oleh empat imah hadits antaranya: Abu Dawud, Al-Tirmidzi, Al-Nasa’i, Ibn Majah.

e.    Akhrajahu al-Tsalasah

Artinya bahwa matan hadits di riwayatkan oleh tiga orang imam antaranya: Abu Dawud, Al-Tirmidzi, Al-Nasa’i.

f.    Muttafaq’alaihi

Maksunya periwayatan oleh dua orang imam antaranya: Bukhori, Muslim. Dan dengan ketentuan bahwa sanad yang terakhirnya yaitu  ditingkat Sahabat, bertemu.

g.    Akhrajahual-Jama’ah 

Maksundnya dalam periwayatan hadits diriwayatkan oleh jama’ah ahli hadits.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hadits adalah segala ucapan, perbuatan, penetapan Nabi Muhammad SAW.
Sinonim hadits: Sunnah, Khabar, Atsar.
Laqob-laqob hadits: gelar-gelar para ulama’ dalam kepakaran dan periwayatan atau pengutipan dalam bidnag hadits.
B. Penutup
Syukur Alhamdulillah saya panjatkan kehadiran Ilahi Robbi. yang telah memberikan kesehatan sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini, walaupun masih dalam keadaan yang sangat sederhana dan masih banyak kekurangan dan juga kesalahan dalam penulisanya. namun demikian saya berharap semoga review ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan saya pada khususnya. Amiin.


DAFTAR PUSTAAKA
Ahmad,Muhammad, Muzkir, M, ULUMUL HADITS, BANDUNG: CV PUSTAKA SETIA, 2000.
Yuslem, Nawir, ULUMUL HADITS, PT. MUTIARA SUMBER WIDYA, 2001.
As-Shalih, Dr. Subhi, MEMBAHAS ILMU-ILMU HADITS, Jakarta, Pustaka Firdaus 2000.






























SEJARAH PERKEMBANGAN HADIS DARI MASA KEMASA

SEJARAH PERKEMBANGAN HADIS DARI MASA KEMASA
Di Posting Oleh : Admin
Kategori : Ilmu Hadist Blog Tutorial, Teknologi dan Kesehatan: Mangaip Blog | Berita Terkini dan Terbaru: Terbaru.co.id


BAB I

PENDAHULUAN

Sejarah periodisai hadis mengalami masa yang lebih panjang dibandingkan dengan yang dialami Al Qur’an, yang hanya memerlukan waktu relatif pendek, yaitu sekitar 15 tahun saja. Penghimpunan dan pengkondifikasian Hadis memerlukan waktu sekitar tiga abad.
 
Yang dinamakan periodisasi penghimpunan Hadis disini adalah:”fase-fase yang telah ditempuh dan dialami dalam sejarah pembinaan dan perkembangan Hadis, sejak Rosulullah SAW masih hidup sampai terwujiudnya kitab-kitab yang dapat disampaikan dewasa ini.”[1]
 
Para ulama’dan ahli Hadis, secara bervariasi membagi periodisasi penghimpunan dan pengkondifikasian hadis tersebut berdasarkan perbedaan pengelompokan data sejarah yang mereka miliki, serta tujuan yang hendak mereka capai.

            Mohammad Mustofa Azami, yang secara garis besar hanya berkonseantrasi pada pengumpulan dan penulisan Hadis pada abad pertama dan kedua Hijriah, yang dinamainya dengan Pre-Clasical “Hadith “ Literature (masa sebelum puncak kematangan pengkondifikasian Hadis).

            Berbeda dengan Azami, Hasbi Ash-Siddieqy cenderung mengikuti periodisasi perkembangan Hadis sebagai mana yang dianut oleh sebagian para ahli sejarah hadis.



BAB II
PEMBAHASAN
SEJARAH PERKEMBANGAN HADIS DARI MASA KEMASA
 
Hadis Pada Abad Pertama Hijriah

Periode ini dapat di bagi menjadi dua fase, yaitu: pertama, masa Rosululloh SAW; dan kedua, masa Sahabat dan Tabi’in.

            1.Hadis Pada Masa Rosulullah SAW

            a. Cara Sahabat Menerima Hadis Pada Masa Rosulullah SAW

            Hadis-hadis Nabi yang terhimpun didalam kitab-kitab hadis yang ada sekarang adalah hasil kesungguhan para sahabat dalam menerima dan memelihara hadis dimasa Nabi SAW dahulu. Apa yang telah diterima oleh sahabat dari Nabi SAW disampaikan pula oleh mereka kepada sahabat lain  yang tidak hadir ketika itu, dan selanjutnya mereka menyampaiakan kepada generasi berikutnya, dan demikianlah seterusnya hingga sampaia kepada perawi terakrir yang melakukan kondifikasi Hadis.
 
Cara penerimaman hadis di masa Rosul SAW tidak sama dengan generasi sesudahnya. Ada empat cara yang ditempuh oleh para sahabat untuk mendapatkan hadis Nabi SAW, yaitu:[2]

1.      Mendatangi mjlis-majlis taklim yang diadakan Rosul SAW

2.      Kadang-kadang Rosul SAW sendiri menghadapi beberapa peristiwa tertentu, kemudian beliau menjelaskan hukumnya kepada para sahabat.

3.      Kadang-kadang terjadi sejumlah peristiwa pada diri para sahabat, kemudian mereka menanyakan hukumnya kepada Rosulullah SAW dan Rasulullah SAW memberikan fatwa atau hukum tentang peristiwa tersebut.

4.      Kadang-kadang para sahabat menyaksikan Rasul SAW melakukan sesusatu perbuatan, dan sering kali yang berkaiatan dengan tatacara pelaksaanaan ibadah, seperti shalat, zakat, puasa, haji, dan yang lainya.

Setelah mendapatkan Hadis melalui cara-cara diatas, para sahabat selanjutnya menghafal hadis tersebut sebagai mana halnya Al Qur’an.
 
b. Penulisan Hadis Pada Masa Rasulullah SAW

Pada masa Rasulullah SAW sudah banyak umat islam yang sudah bisa membaca dan menulis. bahkan Rasul SAW mempunyai sekitar 40 orang penulis wahyu disamping penulis-penulis untuk urusan lainnya.[3] Oleh karnanya, argumen yang menyatakan kurangnya jumlah umat islam yang bisa baca tulis adalah penyebab tidak ditulisnya hadis secara resmi pada masa Rasul SAW, adalah kurang tepat, karena teryata, berdasarkan keterangan terlihat bahwa, telah banyak umat islam pada saat itu yang mampu membaca dan menulis. meskipun demikian, kenyataannya, pada masa Rasul SAW keadaan Hadis, berbeda dengan Al Qur’an, belumlah ditulis secara resmi.

Pada masa Rasul SAW Hadis belum ditulis secara resmi, karena terdapat berbagai keterangan dan argumentasi yang kadang-kadang yang satu dengan yang lainnya bertentangan. antara lain:

1.      Larangan menulisakan Hadis.

Terdapat sejumlah Hadis Nabi SAW yang melarang para sahabat menulis hadis-hadis yang mereka peroleh dari Nabi SAW. hadis-hadis tersebut adalah :[4]        

Dari Abi Sa’id al-Khudri, bahwa sanya Rasul SAW bersabda, “janaganlah kamu menuliskan dariku, dan siapa yang menuliskan sesusati dariku selain Al qur’an maka hendaklah ia menghapusnya” (HR Muslim).

2.      Perintah (membolehkan ) menuliskan Hadis.

Selai Hadis-hadis yang isinya melarang menuliskan hadis, dijumpai pula hadis–hadis Nabi SAW yang membolehkan bahkan memerintahkan untuk menuliskan hadis beiau.
Dianatara hadis-hadis Nabi yang memerintahkan atau membolehkan menuliskan hadis adalah :


Dari Rafi’ ibn Khudaij bahwa dia menceritakan, kamibertanya kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, sesungguhnya kami mendengar dari engkau banyak Hadis, apkah (boleh) kami menulisnya?” Rasulullah menjawab, “tuliskanlah oleh kamu untk ku dan tidak ada kesulitan.”[5](HR Khatib).

Dari Hadis diatas bahwa Rasulullah SAW membolehkan bahkan menganjurkan para sahabat untuk menuliskan Hadis-Hadis beliau. 

3.  Sikap para ulama’ dalam menghadapi kontroversi Hadis-Hadis mengenai penulisan Hadis.

Ajjaj  al-khathib menyimpulkan, ada empat pendapat yang berfariasi dalam rangka megkompromikan dua kelompok Hadis yang terlihat saling bertentangan dalam hal penulisan Hadis Nabi SAW tersebut yaitu:
 
Pertama, menurut Imam Bukhari, Hadis Abu Sa’id al-Khudri diatas adalah mawquf, untuk dijadikan dalil.[6] Tetapi, pendapat ini ditolak sebab menurut imam Muslim Hadis tersebut adalah shahih dan hal ini diperkuat oleh Hadis Abu Said yang lain.

Kedua, bahwa larangan menuliskan Hadis itu terjadi adalah pada masa awal islam ketika itu dikhawatirkan terjadinya percampuradukkan antara Hadis dengan Al Qur’an. Tetapi, setelah umat islam bertambah banyak dan mereka telah dapat membedakan antara Hadis dan Al Qur’an, maka hilanglah kehawatiran itu dan, karenanya mereka diperkenankan untuk menuliskannya.[7]
 
Ketiga, larangan tersebut ditujukan terhadap mereka yang memiliki hafalan yang kuat sehinga mereka tidak terbebani dengan tulisan, sedangkan kebolehan dibereikan kepada mereka yang hafalannya kurang baik seperti Abu Syah.[8]

Keempat, laranggan tersebut sifatnya umum, sedangkan kebolehan diberikan sifatnya akhusus kepada mereka yang pandai membaca dan menulis sehinga tidak terjadi kesalahan dan penulisanya.
 
c. Faktor-faktor yang menjamin kesinambungan Hadis.

Ada beberapa faktor yang mendukung terpeliharanya kesinambungan Hadis, yaitu:

1. Quwwaat al-dzakiriah, yaitu kuatnya hafalan para sahabat yang menarima dan mendengarkan langsung dari Hadis Nabi, dan ketika mereka meriwayatkan mereka menyampaikan persis seperti yang mereka hafal dari Nabi SAW.

2.  Kehati-hatian dari  para sahabat dalam meriwayatkan Hadis dari Rasulullah SAW.

3.  Kehati-hatian mereka dalam menerima Hadis.

4.  Pemahaman terhadap ayat

Mushthafa al-Siba’i berpendapat bahwa yang terpelihara dalam pengubahan adalah Al-Dzikr, dan Al-Dzikr, selai Al Qur’an, juga meliputi Sunnah dan  Hadis.dan pendapat ini dapat diterinma, maka ini merupakan faktor penjamin yang penting, karena sifatnya langsung dari Allah SWT.


Hadis Pada Abad Kedua Hijriah

Pada masa abad kedua hijriah khulafa’ al Rasyidin, itu tidak hanya memelihara tetapi ketelitian serta kehati-hatian dalam menerima sebuah Hadis tidak hanya terlihat pada diri para khulafa’ al Rosyidin, tetapi juga kepada para sahabat yang lain.
Sikap kesunguhan dan kehati-hatian para sahabat dalam memelihara Hadis diikuti Tabi’in yang datang sesudah mereka, jadi sekalipun suatu Hadis itu diterima mereka dari sahabat, para Tabi’in masih merasa perlu untuk megecek kembali kebenaran Hadis tersebut dari sahbat yang lain.


Hadis Pada Abad ke-2 Hijriah (Masa Penulisan dan Pembukuan Hadis Secara Resmi)

Pada periode ini Hadis-Hadis Nabi SAW mulai ditulis dan dikumpulkan secara resmi. Umar ibn Abd al-Azis, salah seorang kholfah dari dinasti umaiyah yang mulai memrintah di penghujung abad pertama Hijriah, merasa perlu untuk mengambil langkah-langkah bagi penghimpunan dan penulisan Hadis Nabi secara resmi, yang selama ini berserakan di dalam catatan dan hafalan para Sahabat dan Tabi’in, hal tersebut dirasakannya begitu mandesak, karena pada waktu itu kekuasaan islam telah meluas sampai ke daerah-daerah lur jazirah Arabia, disamping para sahabat sendiri,dan catatan-catatan pribadi mereka mengenai hadis nabi merupakan sumber rujukan bagi ahli Hadis katika itu, sebagian besar telah meninggal dunia karena faktor usia dan akibat terjadi banyak peperenagan.   


Hadis Pada Abad Ketiga Hijriah

Periode ini berlangsung sejak masa pemerintahan kholifah Al-Ma’mun sampai pada awal pemerintahan kholifah Al-Muqtadir dari Kekholifahan Dinasti Abasiyah.Pada periode ini ulama’ Hadis memusatkan perhatian mereka pada pemeliharaan keberadaan dan terutama kemurnian Hadis-Hadis Nabi SAW, sebagai antisipasi mereka terhadap kegiatan pemalsuan Hadis yang semakin marak. 


Hadis Pada Abad Keempat Sampai Ketuju Hijriah

Perode ini dimulai pada masa kholifah Al-Muqtadirsamlpai Kholifah Al-Mu’tashim.Meskipun pada masa periode ini kekuasaan islam mulai melemah dan bahkan mangalami keruntuhan pada abad ke-7 Hijriah akibat seranagan Hulagu Khan, cucu dari Jengis Khan, kegiatan para ulamak dalam rangka memelihara dan megembangkan hadis tetap berlangsung sebagaimana periode-periode sebelumnya, hanya saja periode ini tidaklah sebanyak yang dihimpun pada periode-periode sebelumnya.


Keadaan Hadis Pada Pertengahan Abad Ketuju hijriah Sampai Sekarang.

Pada periode ini, umumnya para ulama’ hadis mempelajari kitab-kitab Hadis yang telah ada, dan selanjutnya mengembangkannya atau meringkasnya sehingga menghasilkan jenis karnya sebagai berikut:

        Kitab Syarah, yaitu, jenis kitab yang memuat uraian dan penjelasan kandungan hadis dari kitab tertentu dan hubungannya dengan dalil-dalil lain yang bersumber dari Al-Qur’an, Hadis, ataupun kaidah-kaidah sysra’ lainya.
        Kitab Mukhtasar, yaitu, kitab dari suatu kitab Hadis.
        Kitab Zawa’id, yaitu, kitab yang menghimpun Hadis-Hadis dari kitab-kitab tertentu yang tidak dimuat oleh kitab laianya. dll.



BAB III

PENUTUP

            Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadiran Ilahi Robbi. yang telah memberikan kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini, walaupun masih dalam keadaan yang sangat sederhana dan masih banyak kekurangan dan juga kesalahan dalam penulisanya,. namun demikian kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan pada kami khususnya. Amiin.



Daftar Pustaka

DR.Nawir Yuslim,MA: 2003. Ulumul Hadis, PT Mutiara Sumberwidya.  

[1] syuhudi ismail, Pengantar Ilmu Hadis (bandung: angkasa, 1991), h. 69; T.M. Hasbi Ash- Shiddieqy,  Sejarah Perkembangan Hadis (Jakarata: Bulan Bintang,1973),h. 14.

[2] M.’Ajjaj al-Khathib, Ushul al Hadits, h. 67-70; Id. Al-Sunnah Qobla al-Tadwin, h.60-68.

[3] M.’Ajjaj al-Khathib, Ushul al Hadits, h. 142.

[4] Muslim ibn al-Hajjaj al-Naisaburi, Shahih Muslim (Beirut: dar al-fikr, 1414 H/1993 M), juz 2.h. 710; Al-Nawawi, Syarh Syahih Muslim (Mesir; Al-Maktabah al-mishriyyah, 1347 H), jilid 18, h. 129.

[5] Al-Bagdadi, taqyid al-Ilm. h. 72-73.

[6] ibh Hajar, al-Asqalani, Fath al-Bari,jilid 1, h.218.

[7] Muhammad Ibn Isma’il al-Shan’ani, taudhih al-afkar li ma’ani tauqih al-anzar (kairo: Al-Khanji, 1366 H), jilid 2, h, 353-354.

[8] Ibid

Makalah Tentang Pengertian Sabar

Pengertian Sabar | Sabar bukan hanya karena manusia itu gagal. Namun jikapun berhasil maka sabarlah yang akan menyelamatkan manusia agar te...